Ki Jendral Nasution
Buku ini pada dasarnya berisi pengalaman hidup saya yang saya tuangkan menjadi teori-teori sok tau tentang rezeki. Pengalaman tentang bagaimana saya bisa bertahan hidup, menjalankan bisnis dengan menolak modal dari orangtua, meski harus berhutang kesana kemari demi bisa makan esok hari. Menggadaikan satu per satu perhiasan istri demi bisa punya uang sedikit untuk bisa tetap makan.
Perjalanan merangkak & terseok-seok menghasilkan uang demi keluar dari jeratan utang, hingga sampai di titik saya tidurpun uang datang, itulah yang saya kemas menjadi rumus, teori, prinsip atau apapun namanya di buku The Science of Wealth ini.
Di titik itu juga saya akhirnya menyadari, bahwa rupanya kemakmuran atau kesejahteraan itu bukan sebuah kebetulan. Ada rangkaian sunnatullah yang mesti dituntaskan untuk mencapainya.
Karena kemakmuran merupakan rangkaian sunnatullah, maka dia sesungguhnya punya pola dan struktur. Karena dia punya pola dan struktur, maka dia sesungguhnya adalah sains yang bisa dipelajari oleh siapapun. Rangkaian pola dan struktur itulah yang saya coba uraikan di buku ini. Maka nanti kita akan bertemu dengan bahasan tentang sikap mental, prinsip, strategi atau apapun yang mengarahkan kita pada kemakmuran finansial.
Buku ini bisa dikatakan sebagai “bisul pecah” dari kelas Wealth Mindset yang saya adakan selama ini. Karena sejujurnya saya begitu gregetan ketika ada banyak teman yang rupanya kebingungan menjemput rezekinya. Selalu ada loncatan pikiran di kepala saya tentang tindakan, langkah, cara berpikir teman-teman itu dalam
menjemput rezekinya, “Duh kenapa kayak gitu mikirnya?”, “Duh ngapain sih harus begitu?”, “Ya jelas gagal kalau strateginya begitu!” dan loncatan pikiran lainnya.
ISI BUKU
- Lauh Mahfuzh & TakdirTentang bagaimana konsep takdir di alam semesta ini yang tertulis lengkap di Lauh Mahfuzh. Kesalahan apa saja yang ada selama ini dalam memahami konsep takdir, dalam konteks rezeki, atau lebih spesifiknya dalam konteks penghasilan. Dalam konteks menghasilkan uang.
. - Sunnatullah & Syariatullah
Tentang bagaimana memahami secara komprehensif hukum kausalitas di alam semesta, dan syariat Allah.
. - Ring Satu
Tentang bagaimana kita mendesain lingkungan yang akan memengaruhi pencapaian rezeki kita.
. - Mendesain Outcome
Tentang bagaimana secara sunnatullah sebenarnya kita bisa merancang, berapa penghasilan yang kita miliki. Merancang itu artinya memperjelas semua pekerjaan teknis yang akan mengarahkan kita pada sumber penghasilan.
. - Semakin Kaya, Semakin Miskin
Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin, tentang sikap mental, cara memandang persoalan, cara bertindak, prinsip orang kaya yang membuat mereka semakin kaya, dan cara bertindak, prinsip, sikap mental yang membuat orang miskin semakin miskin.
. - Kapasitas Diri = Daya Tampung Rezeki
Tentang bagaimana mestinya seseorang menambah kapasitas dirinya, karena kapasitas diri itu selalu berbanding lurus dengan daya tampung dirinya terhadap rezeki.
. - Zakat dan Haji
Tentang bagaimana kesalahan berpikir sebagian besar kita terhadap kedua rukun Islam ini. Misal, secara tekstual, hadits Rasulullah tentang rukun Islam itu hanya berbunyi “wa hajjal bait’…‘Dan berhaji’. Bunyinya bukan, “Naik haji bagi yang mampu.” Sehingga, ini bisa jadi pembenaran bagi sebagian orang, “Saya kan nggak mampu, jadi nggak wajib naik haji.”Haji itu sama levelnya dengan puasa, dan shalat. Karena semuanya tergabung dalam rukun di dalam Islam. Rukun adalah rangkaian kesempurnaan. Shalat punya rukun, mulai dari berdiri, takbiratul ihram sampai salam. Satu saja tak dikerjakan dengan sengaja, maka fatal akibatnya. Bahasan ini tentang bagaimana kita semestinya mengusahakan mati-matian untuk bisa berhaji. Sama ketika kita mengusahakan mati-matian untuk bisa shalat.
. - Manusia Level 4
Tentang level kompetensi manusia. Tujuan kita adalah level 4. Dalam konteks kemakmuran finansial, ada orang yang tak pernah sampai di level 4. Mereka terjebak di level 3. Level dimana manusia selalu haus pengakuan, haus pujian. Level dimana sombong biasanya mendominasi perasaan. Dan kita mesti keluar dari level itu, untuk naik ke level 4.
. - Monetizing Intelligence
Tentang kecerdasan seseorang dalam menguangkan keahlian, keilmuan, bakat, minat, hobi, atau apapun sumber daya yang ada di dirinya. Itu yang menjadi masalah terbesar Pendidikan di negara ini. Ada banyak orang pintar, sekolah tinggi, sarjana, tapi bingung luar biasa untuk menghasilkan uang. Kita akan bahas tuntas apa sebabnya, dan seperti apa mestinya.Jangan sampai ada lagi sarjana yang mesti menyogok uang ratusan juta untuk bisa bekerja yang gajinya Cuma cukup untuk makan sehari-hari. Jangan sampai ada lagi seorang anak yang disekolahkan sampai sarjana oleh orangtuanya, tapi masih harus dibiayai hidupnya oleh orangtua sampai menikah dan punya anak.
. - Mewariskan Mindset Kemakmuran
Tentang bagaimana ketika kita menjadi orangtua, bisa mewariskan mindset kemakmuran kepada anak-anak kita. Jika hanya mewariskan harta, maka itu bisa jadi sumber bencana. Bukankah kita sering melihat saudara sekandung bisa jadi bermusuhan, bahkan sampai saling bunuh hanya karena rebutan warisan?
*
Apa sebabnya? Karena mereka tak punya mindset kemakmuran! Mereka tak paham bagaimana mudahnya menghasilkan uang. Sehingga, mendapatkan warisan bagi mereka, adalah satu-satunya cara untuk bisa hidup sejahtera. Sehingga mereka bisa menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkannya.Maka, anak-anak yang shalih, semestinya punya mindset kemakmuran. Agar mereka bisa hidup mandiri, tanpa perlu mengandalkan kekayaan orangtua. Adalah kewajiban bagi orangtua, untuk menumbuhkan rasa malu pada anak ketika mereka bergantung pada orangtuanya, terutama dalam hal finansial.
. - Gaya Hidup Pas-pasan, Penghasilan Berlebihan
Adalah prinsip baru yang mesti ada di kepala kita. Agar membalik mainstream gaya hidup orang kebanyakan. Di luar sana, kebanyakan orang hanya berpenghasilan kurang dari 10juta, atau bahkan kurang dari 5juta, tapi…wuih gayanya itu macam dia punya tambang emas. Segala barang mewah dia punya, demi bisa eksis dalam pergaulannya. Mending kalau dibeli tunai, yang ada tiap bulan tagihan utang melambai-lambai minta ditunaikan.Mending kemana-mana pakai sendal swallow tapi punya uang cash yang bisa beli Louis Vuitton yang harganya $10.000, daripada pakai sepatu harga $1.000 tapi harus mencicil 15 bulan. Percayalah, kebanyakan gaya tak akan membuat kita kaya.
Reviews
There are no reviews yet.